bismillahirrahmanirrahim

dimulakan dengan bismillah

Saturday, December 1, 2012

yuk luruskan niat...

hhh,,capek gelisah harap-harap cemas. semua serba ga jelas bikin deg-degan. cuma gara-gara sesuatu yang sepele. masalahnya ada pada segumpal daging dalam tubuhku: HATI. take a breath deeply....istighfar....and then........SMILE....:) 

Rabbi, ampuni hambaMu yang sungguh tidak berdaya. tidak punya kekuatan untuk memurnikan sebuah niat. 

bukannya aku sombong, tapi memang kalo ditarik ke sejarahnya seorang AKU, sebenarnya bakat dan kemampuan untuk menulis sudah aku miliki sejak dulu. lomba mengarang, punya diary, nulis puisi di binder sampe beratus-ratus, sampe akhirnya punya blog, semua pernah dijalani. dan WOW,,aku bisa menulis. dulu, lega sekali kalo sudah menulis, entah tulisannya akan dibaca oleh orang lain atau tidak, mereka suka atau tidak, karena aku menulis untuk diriku sendiri bukan untuk orang lain. sekarang, hampa. menulis membuatku gelisah dan menunggu sesuatu yang membuatku berharap terlalu tinggi. yang ada kecewa, karena harapan tidak sejalan dengan kenyataan....ya Rabbi....bimbing hamba....

usut punya usut, rupanya niat adalah perkaranya. beberapa minggu yang lalu aku menulis sebuah karya. puas rasanya membaca tulisan sendiri, terlebih ketika tulisan itu dinikmati dan diapresiasi oleh orang sekitar. namun entah karena memang faktor kebutuhan atau memang karena sombong, tulisan yang aku tulis dalam rangka mengikuti sebuah lomba itu ternyata saat ini mampu menciptakan kegelisahan dalam diriku sendiri. 

campur aduk yang dirasakan setelah karya tersebut aku kirim: berharap masuk nominasi pemenang, berharap dapat menjadi pemenang walopun bukan yang pertama, dan yang paling parah aku berharap memperoleh "imbalan" dari tulisanku itu. ya ALLAH....sungguh tidak nikmat berkarya tanpa keikhlasan. 

akhirnya setelah pagelaran lomba berakhir dan naskahku tidak menjadi pemenang, kekecewaan muncul. tidak lain karena lemahnya aku sebagai manusia yang penuh pengharapan akan sebuah keuntungan berupa materi. padahal, jika mengambil positifnya, paling tidak karyaku sudah dipublikasikan di media, dan dibaca oleh entah berapa orang pembaca.

setelah ini, aku ingin meluruskan kembali niatku dalam menulis, bukan untuk siapa-siapa lagi, tapi untukku sendiri, untuk kenyamananku, dan untuk hatiku. bismillah

Thursday, November 29, 2012

“ANTARA AKU, GRAGE MALL DAN CIREBON”

Sedari kecil, aku yang sebetulnya lahir, tumbuh dan dibesarkan di Kuningan, ternyata merasa lebih “akrab” dengan Kota Cirebon. Secara geografis memang tempat tinggalku berada di perbatasan Kuningan-Cirebon, dimana jarak tempuh ke pusat kota Kuningan lebih jauh dibandingkan dengan jarak tempuh ke pusat Kota Cirebon. Selepas SMP, tidak hanya aku, tapi kakak dan adik ku juga memutuskan untuk memilih Kota Cirebon sebagai tempat menimba ilmu di tingkat SMU. Akhirnya, keakrabanku dengan Kota Cirebon semakin bertumbuh sebagaimana kecintaanku terhadap kota ini yang semakin lama semakin tumbuh subur.


Di penghujung SMU, aku melihat ada ketidakberesan di Cirebon. Ya, mungkin terkesan seperti “sok pahlawan”, namun tanpa banyak yang mengetahui, ada pengalaman menarik yang ternyata menjadi salah satu cikal bakal kehidupanku saat ini, dan pengalaman itu terjadi disini, di Kota Cirebon.

Sebagai seorang pendatang, selama SMU aku tinggal di sebuah rumah kos. Cukup dengan berjalan kaki kurang lebih 10 menit ke sekolah, aku tidak perlu terlalu terburu-buru untuk mempersiapkan pagiku di sekolah. Pemandangan yang aku temui sepanjang perjalanan ke sekolah yang hanya 10 menit itulah yang kemudian menumbuhkan semangat, motivasi dan tekadku untuk berkontribusi lebih terhadap Kota Cirebon. Setiap pagi, aku melewati kawasan Jalan Wahidin. Ada satu titik lokasi tempat pembuangan sampah yang menurutku sangat mengganggu. Entah karena aku memang tipe orang yang tidak tahan bau dan jorok, atau memang semua orang pun berpandangan demikian, yang jelas tumpukan sampah di lokasi tersebut membawaku pada sebuah cita-cita: AKU HARUS BISA MERAPIKAN KOTA INI.

Berbekal tekad sederhana tersebut, aku meyakinkan diri untuk memilih Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota sebagai tujuanku menempuh pendidikan tinggi. Alhamdulillah, segalanya dapat aku tempuh dengan mudah dan lancar. Tahun 2005, aku diterima sebagai mahasiswa di Universitas Diponegoro Semarang jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota. Semenjak itu, semangatku untuk menjadi seorang “Dokter Kota” semakin tumbuh.

Aku mulai menyusun strategi untuk dapat berkontribusi di Kota Cirebon selepas aku lulus nanti. Mulai dari hal-hal kecil, beberapa tugas perkuliahan yang menuntut untuk melakukan riset-riset kecil dengan studi kasus sebuah kota, seringkali aku menggunakan Kota Cirebon sebagai objek studiku. Dari situ, aku lebih jauh lagi mengenal Kota Cirebon sebagai kota yang unik dan tentu saja: selalu dirindukan.

Hal lain yang aku lakukan dalam rangka “belajar” mengabdi pada Kota Cirebon ini adalah pada saat aku memasuki tahap penyusunan tugas akhir. Saat itu aku mulai menyusun sebuah rencana penelitian dan tentu saja lagi-lagi aku sangat antusias untuk mengadakan risetku di Kota Cirebon. Aku tertarik pada studi sosial ekonomi masyarakat kaitannya dengan lingkungan hidup. Satu judul proposal aku ajukan kepada dosen pembimbingku saat itu: Pengaruh Grage Mall terhadap Gaya Hidup Masyarakat Kota Cirebon. Sangat menarik menurutku, entah bagi sebagian yang lain. Sebagai seorang yang memang merasakan sendiri kehadiran Grage Mall sejak awal berdirinya hingga tahun 2009 saat itu, aku merasakan betapa pengaruh Grage Mall itu sangat besar terhadap masyarakat Kota Cirebon. Dari sudut pandang apapun, tidak dapat dipungkiri, keberadaan Grage Mall telah banyak mengubah kehidupan masyarakat Kota Cirebon.

Jika kita mau mengurai satu per satu, secara ekonomi tentu saja keberadaan Grage Mall telah banyak membawa dampak di Kota Cirebon. Dampak, tentu saja tidak hanya secara positif, namun sebagian yang lain pun tentu merasakan dampak negatifnya. Secara umum, tingkat perekonomian Kota Cirebon sendiri tentu saja meningkat dengan adanya pusat perbelanjaan ini. Sebagai pelopor pusat perbelanjaan terbesar di Kota Cirebon -saat itu memang Grage Mall adalah satu-satunya pusat perbelanjaan terpadu yang mengusung konsep tidak hanya sebagai tempat orang berbelanja, tetapi juga menyediakan berbagai fasilitas sebagai alternatif tujuan berlibur masyarakat- , Grage Mall menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak investor dari berbagai kota untuk turut “meramaikan” pusat perbelanjaan ini. Profit oriented memang, namun bagaimanapun masuknya para investor tersebut tentu mampu meningkatkan pendapatan asli daerah Kota Cirebon. Selain itu, Kota Cirebon semakin memiliki daya tarik untuk dikunjungi dan semakin mempesona untuk dirindukan oleh penduduknya terutama yang berada di luar kota. Yang paling penting adalah, Grage Mall telah berhasil mengurangi angka pengangguran, tidak hanya pada lingkup Kota Cirebon saja, namun lebih luas lagi meliputi wilayah III Cirebon.

Namun demikian, sebagaimana sebuah dampak pada umumnya, secara ekonomi Grage Mall pun memiliki dampak negatif bagi sebagian kalangan. Sebagian orang merasa kehadiran pusat perbelanjaan modern dengan berbagai fasilitasnya sedikit banyak telah mengikis potensi pasar tradisional sebagai salah satu bagian dari budaya bangsa Indonesia. Apapun itu, segala dampak negatif yang ada hendaknya mampu tertutup oleh sentuhan pengaruh positif yang tercipta dari keberadaan sebuah tempat.

Yang menjadi hal menarik untuk aku teliti pada saat itu adalah, pengaruh keberadaan Grage Mall terhadap gaya hidup masyarakat Kota Cirebon. Bahwa tingkat perekonomian kota dan masyarakat secara umum telah banyak mengalami perubahan dengan berdirinya Grage Mall, tentu saja hal ini turut mempengaruhi gaya hidup masyarakat itu sendiri. Tingkat konsumsi, pola belanja, jenis pekerjaan, persepsi terhadap pilihan tempat berlibur dan tempat berbelanja, menjadi sedikit dari banyak variabel gaya hidup masyarakat Kota Cirebon yang ingin saya angkat sebagai bahan riset.

Singkatnya, proposal penelitian dengan tema Grage Mall tersebut ternyata belum dapat diterima oleh dosen pembimbingku. Meskipun pada akhirnya aku mengambil tema yang sama mengenai gaya hidup, namun lokasi yang direkomendasikan oleh dosenku adalah DKI Jakarta dengan alasan masayarakat Jakarta lebih heterogen sehingga gaya hidupnya pun lebih beragam.

Saat ini, setelah 3 tahun menyandang gelar sarjana, mungkin memang belum banyak yang dapat aku lakukan terhadap Kota Cirebon. Tapi paling tidak, sebagai salah satu petugas (amil) di Lembaga Amil Zakat Infaq Shodaqoh dan Wakaf (LAZISWA) Mesjid Raya At-Taqwa Kota Cirebon, saat ini aku berharap dapat sedikit saja “bekerja” untuk Kota Cirebon. Meskipun memang jauh dari apa yang dulu aku pelajari, yang membuat aku yakin untuk terus berada disini adalah bahwa aku selalu ingin kembali pada cita-citaku dahulu: mengabdi untuk Kota Cirebon, melayani umat, jama’ah dan masyarakat Kota Cirebon untuk kemudian menjadi lebih sadar untuk berbagi terhadap sesama.